Senin, 26 September 2011

Kepedihan abadi

Kala waktu berbisik dalam keadaan ku tertawa..
Yang lantang ku keluarkan suaraku dangan pita suara yang bergetar dahsyat..
Pada siapa akan ku biarkan tetes air mata yang jatuh tanpa sadar?
Rerumputan mulai tertawa melihatku yang gemetar.
Asap tebal siap mengguyurku dengan hujannya.
Yah..
Aku yang terlalu bodoh..
Mencintaimu dalam raga menyayangimu dalam jiwa mencintaimu dalam hati.
Setia seiring waktu setia menentang alam setia melawan Cinta yang datang.
Hanyutan jiwa kian mengalir menjauh dari kesadaran.
Beribu jalan ku tempuh.
Untukmu pertahan kan hati ini kasih..
Namun apa lah dayaku kau buat diriku luluh lanta..
Luka yang perih..
sakit yang mendalam Merambat luka ini ke titik jantungku..
Ingin menangis namun ku takkan bisa kan diam..
Jauh dari lubuk hati kau yang ku cintai hianati hati ini..
Lihatlah mereka sayang tertawa di atas pedih ku..
Andai kau mengerti aku lah yang sangat cintaimu..
Ku berlari menjauh dari bayang yang mengusikku di setiap detiknya.
Aku bukan mentari yang selalu menantang bukan rembulan yang slalu bercahaya bukan bintang yang berkedip menarik hati.
Jejakkmu sukar ku hapus lewat Bahagia itu terpaksa merenung tak ada tujuan.
Yah..
Ini aku hanya berharap TUHAN baik memberiku jiwa yang aku suka itu kamu.
Jatuhku luka, berdiri ku tak dapat beranjak dari semua ini.
Lihatlah mereka yang tertawa di aliran tangisku.
Ombak semakin mengejekku menjatuhkan ribu ribu semangat membara.
Pelangi semakin tersenyum melingkar di tiap guncangan hati yng terluka.
Bulan semakin angkuh tertawa meruntuhkan semua kebahagiaan.
Mengapa kau abaikan janji indah yang tercipta di bawah langit di atas bumi dan bersumpah kau takkan melangkah pergi.
Namun nyatanya Langkahmu melewati berjuta tapak mu sendiri.